Ovvertorium
Pada
Kebaktian Gereja perdana (Mulamula), jemaat akan mengantarkan persembahan ke
depan dan diletakan di kaki rasul, dan rasul dalam hal ini yang dimaksud adalah
episkopos (bishop). Ketika persembahan diantar dan diletakkan di meja Perjamuan
Kudus kemudian persembahan itu disambut oleh Diaken. Biasanya bentuk dari
persembahan itu sendiri adalah makanan bukanlah uang, dan biasanya makanan itu adalah anggur dan roti.
Diaken bertugas memilih roti dan anggur yang terbaik dan itu yang digunakan
untuk Perjamuan Kudus. Sebelum dipilih mereka berdoa terlebih dahulu untuk
mendoakan persembahan, lama kelamaan rumusan doa itu menjadi tema tertentu atau
terkhusus dan doa itulah yang dinamakan Ovvertorium.
Dalam
perkembangan liturgi kemudian, kebaktian itu menjadi dua aspek, walupun satu
kesatuan, yaitu pelayanan firman dan Perjamuan Kudus. Ovvertorium adalah doa
yang merupakan peralihan dari aspek atau bagian pertama dan sampai bagian kedua
yaitu Perjamuan Kudus. Oleh karena itu setiap ada Ovvertorium, itu pertanda
bahwa Perjamuan Kudus akan dimulai. Tetapi ada saatnya dimana Perjamuan Kudus
tidak bisa dilayani karena tidak ada pendeta. Maka kebaktian itu yang
berlangsung hanya pelayanan firman, tetapi tidak lagi menggunakan Ovvertorium.
Oleh karena itu, selalu menjadi tanda bahwa Ovvertorium merujuk pada adanya
Perjamuan Kudus.
Kebaktian
yang dibawa oleh missionaris ke tanah Batak khususnya HKBP, adalah kebaktian
tanpa Perjamuan Kudus sebagai satu kesatuan dalam kebaktian. Sesudah khotbah,
ada persembahan, tetapi tidak ada Ovvertorium, itu berarti kebaktian
dipersiapkan untuk tidak selalu terhubung dengan Perjamuan Kudus. Tidak
diketahui bagaimana masuknya doa persembahan ke dalam liturgi HKBP, tetapi itu
jelas terjadi sesudah 1940. Di dalam pelayanan para missionaris dan kemudian
pendeta-pendeta Batak, Perjamuan Kudus dilaksanakan di saat Pendeta berkunjung
ke jemaat-jemaat, dan itu berarti tidak
lagi pada hari minggu. Oleh karena itulah di dalam agenda HKBP, Perjamuan Kudus
bahkan juga Babtisan adalah berlangsung diluar hari minggu. Itulah sebabnya
bentuknya di Agenda HKBP terlihat sebagai kebaktian tersendiri. Bila sekarang
kebaktian minggu mau disatukan dengan Perjamuan Kudus maka bentuknya bisa
kembali pada bentuk semula yaitu: kebaktian pelayanan firman dan Perjamuan
Kudus dihubungkan oleh Ovvertorium. Maka bila dimasukan dalam struktur liturgi
yang sekarang, maka tempatnya adalah segera sesudah nyanyian Ovvertorium “nasa
na nilehonmi”. Bila demikian maka Doa Bapa Kami terdengar hanya sekali saja.